Selasa, 22 Oktober 2013

NU: Penggunaan Kata "Allah" Tak Seharusnya Dilarang

JAKARTA – Nahdlatul Ulama (NU) sebagai Organisaasi Kemasyarakatan berbasis massa Islam terbesar di Indonesia, menyayangkan terbitnya keputusan pelarangan penggunaan kata “Allah” untuk penyebutan nama Tuhan oleh non-Muslim. Keputusan itu terjadi di Malaysia.

“Kami menyayangkan adanya keputusan itu, karena ahlul kitab mereka, ahlul kitab-nya Kristen dan Yahudi itu menyebut nama Tuhan dengan kata Allah,” ungkap Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj dalam keterangan pers yang diterima Okezone,  Jakarta, Senin (21/10/2013).  Dijelaskan oleh Kiai Said, yang membedakan Islam dengan Kristen dan Yahudi adalah adanya kemusrikan dan akhlak tak mulia. Jika Kristen dianggap musyrik karena menyekutuhan Allah, yaitu memiliki ruhil qudus dan Yesus sebagai Tuhan selain Allah, sementara Yahudi hanya memiliki Allah sebagai Tuhan, namun akhlaknya tidak mulia.   Kiai Said yang tercatat bergelar Doktor lulusan Universitas Ummul Qura’, Mekah, juga mengatakan, penyebutan nama Tuhan yang berbeda bisa diterapkan untuk Hindu dan Budha, yang di kitab sucinya secara jelas disebutkan berbeda.  “Tapi kami mengembalikan ini ke pemerintah Malaysia, itu hak mereka. Kami hanya menyayangkan saja,” tegas Kiai Said.  Penyebutan kata “Allah” sebagi Tuhan menjadi sengketa di Malaysia, setelah pengadilan setempat memenangkan kelompok non muslim beberapa tahun lalu.  Dalam keputusan terbaru yang diterbitkan mahkamah tertinggi, giliran Islam yang dimenangkan dengan melarang kelompok non-Muslim menggunakan kata “Allah” sebagai sebutan Tuhan-nya.